BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Asam dan basa sudah dikenal sejak dulu. Istilah asam
berasal dari bahasa Latin acetum yang
berarti cuka. Istilah basa berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa
digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa
saling menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam
nitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk member rasa limun yang tajam. Cuka
mengandung asam asetat, dan asam tanak dari kulit pohon digunakan untuk
menyamak kulit. Asam mineral yang lebuh kuat telah dibuat sejak adab
pertengahan. Salah satunya adalah aqua
forti (asam nitrat) yang digunakan oleh para peneliiti untuk memisahkan emas
dan perak. Suatu larutan dapat diketahui sifat asam atau basanya dengan
menggunakan indikator asam-basa, yaitu zat yang mempunyai warna berbeda dalam
larutan asam dan larutan basa. Salah satu contohnya adalah kertas lakmus.
Sedangkan
untuk menentukan besarnya derajat keasaman/pH larutan asam basa dapat digunakan
pH meter atau dapat juga dengan indikator asam-basa yang lain seperti larutan
indikator contohnya metil jingga, metil merah, bromtimol biru, dan fenolptalein serta dapat
juga menggunakan indikator universal. Perubahan warna indikator pada pH
tertentu disebut trayek pH atau jarak pH. Namun indikator tersebut hanya dapat
dipergunakan di laboratorium saja bahkan seperti pH meter sangat jarang
digunakan karena harganya yang tidak terjangkau, oleh karena itu dapat
digunakan indikator alami yang dibuat dari bahan-bahan alami untuk menentukan apakah
sifat suatu larutan asam ataupun basa.
B.
Tanggal
Praktikum
Selasa,
7 Januari 2014.
C.
Judul
Praktikum
Membuat
indikator asam basa dari bahan alami.
D.
Tujuan
Praktikum
Membuat
indikator asam basa dari bahan alami serta mengawetkannya dalam bentuk kertas.
E.
Alat
dan Bahan
1) Blender
2) Penyaring
3) Gelas
4) Kemasan Obat
5) Baki Plastik
6) Kertas Buram
7) Penjepit
8) Cutter, gunting, penggaris, dan hekter
9) Bunga rose putih
10) Bunga kembang sepatu
11) Air
12) Larutan Cuka
dan Air Sabun
F.
Cara
Kerja
1)
Menyiapkan alat dan
bahan.
2)
Memasukan air sebanyak 1 gelas ke dalam blender.
3)
Memasukan bunga rose putih ke dalam blender yang
telah berisi air.
4)
Mencampurkan bunga rose putih dengan air serta
menghaluskannya.
5)
Memisahkan larutan bunga rose putih dari
ampasnya dengan
menggunakan
penyaring.
6)
Memasukan kertas
buram ke baki palstik yang telah terisi larutan
rose
putih.
7)
Mengeringkan kertas
buram yang telah di rendam dalam larutan
bunga
rose putih dengan penjepit.
8)
Menguji perubahan warna
kertas buram yang telah direndam dalam
larutan
rose
putih pada larutan asam dan larutan basa.
9)
Memotong kertas buram yang telah kering, menjadi bagian-bagian
kecil.
10)
Memberikan label indikator pada kertas buram
yang telah dipotong
dan
memasukannya ke dalam kotak yang telah dibuat.
11)
Untuk bahan
bunga bunga sepatu cara kerjanya seperti langkah
langkah
di atas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Istilah
asam dan basa sudah dikenal oleh masyarakat ilmiah sejak dulu. Istilah asam diberikan
kepada zat yang rasanya asam, sedangkan basa untuk zat yang rasanya pahit. Pada
1777, Lavoisier menyatakan bahwa oksigen adalah unsur
utama dalam senyawa asam. Pada 1808, Humphry
Davy menemukan fenomena lain, yaitu HCl dalam air dapat bersifat asam,
tetapi tidak mengandung oksigen. Seiring perkembangan zaman teori-teori
mengenai asam basa pun ikut berkembang dan saling melengkapi satu sama lain.
A. Teori Asam Basa Menurut Beberapa Ahli
1. Teori Asam Basa
Svante August Arrhenius
Konsep
asam dan basa sudah dikenal sejak abad 18-an. Untuk pertama kalinya, pada tahun
1884 seorang ilmuwan Swiss, Svante August Arrhenius, mengemukakan suatu teori
tentang asam basa. Arrhenius berpendapat bahwa dalam air, larutan asam dan basa
akan mengalami penguraian menjadi ion-ionnya. Asam merupakan zat yang di dalam
air dapat melepaskan ion hidrogen (H+). Sedangkan basa merupakan zat
yang di dalam air dapat melepaskan ion hidroksida (OH–).
HA(aq) ®H+(aq) + A–(aq)
Asam Ion
hidrogen
B(aq) + H2O(l) ® BH+(aq)
+ OH–(aq)
Basa Ion hidroksida
Teori
ini cukup rasional, akan tetapi setelah beberapa saat, para ahli kimia
berpendapat bahwa ion H+ hampir tidak bisa berdiri sendiri dalam
larutan. Hal ini dikarenakan ion H+ merupakan ion dengan jari-jari
ion yang sangat kecil. Oleh karena itu, ion H+ terikat dalam suatu
molekul air dan sebagai ion oksonium (H3O+). Sehingga
reaksi yang benar untuk senyawa asam di dalam air adalah sebagai berikut.
HA(aq) + H2O(aq) ® H3O+(aq)
+ A–(aq)
Asam Ion oksonium
Akan tetapi,
ion H3O+ lebih sering ditulis ion H+, sehingga
penulisannya menjadi seperti berikut.
HA(aq)
® H+(aq)
+ A–(aq)
a. Jenis Senyawa Asam dan Basa
a) Senyawa Asam
Berdasarkan
jumlah ion H+ yang dapat dilepas, senyawa asam dapat dikelompokan
dalam beberapa jenis, yaitu:
a)
Asam monoprotik, yaitu senyawa asam yang dapat melepaskan satu ion H+.
Contoh HCl, HBr, HNO3, dan CH3COOH.
b)
Asam poliprotik, yaitu senyawa asam yang dapat melepaskan lebih dari
satu ion H+. Asam ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu asam diprotik
dan triprotik.
·
Asam diprotik adalah senyawa asam yang dapat melepaskan dua ion H+.
Contoh H2SO4, H2CO3 dan H2S.
·
Asam triprotik adalah senyawa asam yang dapat melepaskan tiga ion H+.
Contoh H3PO4.
Berdasarkan
kemampuan senyawa asam untuk bereaksi dengan air membentuk ion H+,
senyawa asam dibedakan menjadi:
a)
Asam biner, yaitu asam yang mengandung unsur H dan unsur non logam
lainnya (hidrida non logam). Contoh HCl, HBr, dan HF.
b)
Asam oksi, yaitu asam yang mengandung unsur H, O, dan unsur lainnya.
Contoh HNO3, H2SO4, HClO3.
c)
Asam organik, yaitu asam yang tergolong senyawa organik. Contoh CH3COOH
dan HCOOH.
Tabel 2.1
Asam dan Reaksi Ionisasinya
b) Senyawa Basa
Senyawa
basa dapat dikelompokan berdasarkan jumlah gugus OH– yang dapat
dilepas, yaitu basa monohidroksi dan polihidroksi.
a)
Basa monohidroksi adalah senyawa basa yang dapat melepaskan satu ion OH–.
Contoh NaOH, KOH, dan NH4OH.
b)
Basa polihidroksi adalah senyawa basa yang dapat melepaskan lebih dari
satu ion OH–. Basa ini dapat dibagi menjadi :
·
Basa dihidroksi, yaitu senyawa basa yang dapat melepaskan dua ion OH–.
Contoh Mg(OH)2 dan Ba(OH)2.
·
Basa trihidroksi adalah senyawa basa yang melepaskan tiga ion OH–.
Contoh Fe(OH)3 dan Al(OH)3.
Tabel 2.2
Beberapa
Basa dan Ionisasinya
c) Sifat Asam dan Basa
Pada
awalnya, suatu zat diklasifikasikan sebagai asam atau basa berdasarkan sifat
zat pada larutannya di dalam air. Sifat asam atau basa suatu zat dapat
diketahui dengan mencicipinya.
Ada dua
jenis kertas lakmus, yaitu
1) Kertas lakmus merah
Kertas lakmus merah berubah menjadi berwarna biru dalam larutan
basa dan pada larutan asam atau netral warnanya tidak berubah (tetap merah).
2) Kertas lakmus biru
Kertas lakmus biru berubah menjadi berwarna merah dalam larutan
asam dan pada larutan basa atau netral warnanya tidak berubah (tetap biru).
Teori Arrhenius
memiliki beberapa kekurangan.
1. Hanya dapat diaplikasikan dalam reaksi yang
terjadi dalam air
2. Tidak menjelaskan mengapa beberapa senyawa,
yang mengandung hidrogen dengan bilangan oksidasi +1 (seperti HCl) larut dalam
air untuk membentuk larutan asam, sedangkan yang lain seperti CH4 tidak.
3. Tidak dapat menjelaskan mengapa senyawa yang
tidak memiliki OH-, seperti Na2CO3 memiliki karakteristik seperti basa.
2. Asam Basa Brønsted-Lowry
Johannes
Bronsted dan Thomas Lowry pada tahun 1923, menggunakan asumsi sederhana yaitu: Asam memberikan ion H+ pada
ion atau molekul lainnya, yang bertindak sebagai
basa. Contoh, disosiasi air, melibatkan pemindahan ion H+
dari molekul air yang satu
dengan molekul air yang lainnya untuk membentuk ion H3O+
dan OH.
2H2O(l) ↔H3O+(aq)
+ OH–(aq)
Reaksi antara HCl dan air menjadi dasar
untuk memahami definisi asam dan basa menurut Brønsted-Lowry. Menurut
teori ini, ketika sebuah ion H+ ditransfer dari HCl ke molekul air,
HCl tidak berdisosiasi dalam air membentuk ion H+ dan Cl-. Tetapi,
ion H+ ditransfer dari HCl ke molekul air untuk membentuk ion H3O+,
seperti berikut ini.
HCl(g) + 2H2O(l) ↔H3O+(aq) + Cl(aq)
Sebagai sebuah proton, ion H+
memiliki ukuran yang lebih kecil dari atom yang terkecil, sehingga tertarik ke
arah yang memiliki muatan negatif yang ada dalam larutan. Maka, H+ yang terbentuk dalam
larutan encer, terikat pada molekul air. Model Brønsted, yang
menyebutkan bahwa ion H+
ditransfer dari satu ion atau molekul ke yang lainnya, ini lebih masuk akal
daripada teori Arrhenius yang menganggap bahwa ion H+ ada dalam larutan
encer.
Dari pandangan model Brønsted, reaksi
antara asam dan basa selalu melibatkan pemindahan ion H+ dari donor
proton ke akseptor proton. Asam bisa merupakan molekul yang netral.
HCl(g) + NH3(aq)
↔NH4 +(aq) + Cl–(aq)
Bisa
ion positif
NH4
+(aq) + OH–(aq) ↔NH3(aq)
+ H2O(l)
Atau
ion negatif
H2PO4
–(aq) + H2O(l) ↔ HPO4
2–(aq) + H3O+(aq)
Senyawa yang mengandung hidrogen dengan
bilangan oksidasi +1 dapat menjadi asam. Yang termasuk asam Brønsted adalah HCl, H2S, H2CO3,
H2PtF6, NH4
+, HSO4 -, dan HMnO4.
Basa Brønsted dapat
diidentifikasi dari struktur Lewis. Berdasarkan model Brønsted,
sebuah basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima proton. Untuk memahami
pengertian ini, lihat pada bagaimana suatu basa seperti ion OH- menerima proton.
H2PO4–(aq) + H2O(l) ↔ HPO4
2–(aq) + H3O+(aq)
Untuk membentuk ikatan kovalen dengan
ion H+ yang tidak memiliki elektron valensi, harus tersedia dua
elektron untuk membentuk sebuah ikatan. Maka, hanya senyawa yang memiliki
pasangan elektron bebas, yang dapat bertindak sebagai akseptor ion H+ atau basa Brønsted.
Gambar 2.1
Struktur Lewis asam Bronsted-Lowry
|
Model Brønsted menambah jenis zat yang
dapat bertindak sebagai basa, baik yang berbentuk ion ataupun molekul, selama
senyawa tersebut memiliki satu atau lebih pasangan elektron valensi tak
berikatan dapat menjadi basa Brønsted.
Teori Brønsted menjelaskan
peranan air pada reaksi asam-basa. Air terdisosiasi membentuk ion dengan
mentransfer ion H+ dari salah satu molekulnya yang bertindak sebagai
asam ke molekul air lain yang bertindak sebagai basa.
H2O(l) + H2O(l) ↔ H3O+(aq) + OH–(aq)
asam basa
Asam bereaksi dengan air dengan
mendonorkan ion H+ pada molekul air yang netral untuk membentuk ion H3O+.
HCl(g) + H2O(l) ↔ H3O+(aq) + Cl–(aq)
asam basa
Karena reaksi asam basa
merupakan reaksi yang reversibel, bagian yang terbentuk ketika suatu asam
kehilangan proton cenderung bersifat basa, dan bagian yang menerima proton
cenderung bersifat asam. Sebuah asam dan sebuah basa yang dihubungkan oleh
sebuah proton disebut pasangan asam basa konjugasi.
H – A + :B ®
B – H+ + A–
Asam Basa Asam Basa
Sehingga
pada:
H2O(l) + H2O(l)
↔ H3O+(aq)
+ OH–(aq)
Asam Basa Asam Basa
Terdapat pasangan asam basa konjugasi: H2O -
OH- dan H3O+- H2O, juga
dalam reaksi pelarutan HCl:
HCl(g) + H2O(l) ↔
H3O+(aq) + Cl–(aq)
Asam Basa Asam Basa
dengan
pasangan asam basa konjugasi: HCl-Cl- dan H3O+ - H2O
Tabel 2.3
Pasangan Asam Basa Konjugasi
Model Brønsted bahkan dapat diperluas
untuk reaksi yang tidak terjadi dalam larutan. Contoh yang paling klasik adalah
reaksi antara gas hidrogen klorida dengan uap amoniak membentuk amonium klorida.Reaksi
ini mencakup transfer ion H+ dari HCl ke NH3 dan kemudian reaksi asam basa
terjadi melalui fasa gas.
Namun teori asam basa Brønsted-Lowry ini
tidak dapat menjelaskan bagaimana suatu reaksi asam basa dapat terjadi tanpa
adanya transfer proton dari asam ke basa. Kekurangan ini kemudian mendorong
peneliti lain, yaitu G.N. Lewis untuk mendefinisikan lebih lanjut asam
dan basa ini.
3.
Teori Asam Basa Lewis
Teori asam basa terus berkembang dari
waktu ke waktu. Pada tahun 1923, seorang ahli kimia Amerika Serikat, Gilbert N.
Lewis, mengemukakan teorinya tentang asam basa berdasarkan serah terima
pasangan elektron. Lewis berpendapat asam adalah partikel (ion atau molekul)
yang dapat menerima (akseptor) pasangan elektron. Sedangkan basa didefinisikan
sebagai partikel (ion atau molekul) yang memberi (donor) pasangan elektron. Reaksi
asam basa menurut Lewis berkaitan dengan pasangan elektron yang terjadi pada
ikatan kovalen koordinasi. Perhatikan reaksi di bawah ini.
Pada reaksi antara BF3 dan NH3,
BF3 bertindak sebagai asam, sedangkan NH3 bertindak sebagai
basa. Perhatikan pula reaksi berikut.
Pada reaksi di atas, H2O
bertindak sebagai basa sedangkan CO2 bertindak sebagai asam. Teori
asam basa Lewis lebih luas dari pada teori asam basa Arrhenius dan teori asam
basa Bronsted-Lowry. Hal ini disebabkan
·
Teori Lewis dapat
menjelaskan reaksi asam basa dalam pelarut air, pelarut selain air, bahkan
tanpa pelarut.
·
Teori Lewis dapat
menjelaskan reaksi asam basa tanpa melibatkan transfer proton (H+),
seperti reaksi antara NH3 dengan BF3.
B.
Kekuatan Asam dan Basa
Asam dan basa merupakan zat
elektrolit, sehingga asam dan basa dapat dibedakan menjadi asam kuat dan asam
lemah serta basa kuat dan basa lemah. Kemampuan suatu asam menghasilkan ion H+
menentukan kekuatan asam zat tersebut. Jika semakin banyak ion H+
yang dihasilkan, maka sifat asam akan semakin kuat. Demikian pula dengan
kekuatan basa, ditentukan oleh kemampuan menghasilkan ion OH–. Jika
ion OH– yang dihasilkan semakin banyak, maka sifat basa semakin
kuat.
Jumlah ion H+ atau ion OH–
yang dihasilkan ditentukan oleh nilai derajat ionisasi (α). Derajat ionisasi (α)
adalah perbandingan antara jumlah mol zat yang terionisasi dengan jumlah mol
mulamula. Derajat ionisasi (α) dirumuskan sebagai
berikut.
α
= derajat ionisasi
n = jumlah mol …..(mol)
Asam dan basa yang mempunyai derajat
ionisasi besar (mendekati 1) merupakan asam dan basa kuat, sedangkan asam dan
basa yang derajat ionisasinya kecil (mendekati 0) disebut asam dan basa lemah.
Asam dan basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedangkan asam dan basa lemah merupakan
elektrolit lemah.
Selain itu, kekuatan asam dan basa dapat
dinyatakan oleh tetapan kesetimbangannya, yaitu tetapan ionisasi asam (Ka)
dan tetapan ionisasi basa (Kb) .
1. Tetapan Ionisasi Asam (Ka)
Suatu larutan asam HA terionisasi dalam
air dengan derajat ionisasi sebesar α αmenurut persamaan reaksi berikut.
Karena
larutan asam HA bersifat encer, maka tetapan ionisasi asam (Ka)
dapat dirumuskan sebagai berikut.
Ka =
tetapan ionisasi asam
[H+] = molaritas H+ .................. (M)
[A–] = molaritas A– .................. (M)
[HA] =
molaritas HA ............... (M)
Jika molaritas awal asam HA dinyatakan
sebagai [HA], makapersamaan di atas dapat dituliskan
Untuk asam kuat (
), nilai pembagi sangat kecil (
) sehingga nilai Ka
sangat besar dan posisi kesetimbangan berada di sebelah kanan (hasil reaksi).
Pada asam kuat, misal HCl, molaritas ion H+ dalam larutan sama
dengan molaritas asam (Ma) dikalikan dengan jumlah atom H+
yang dilepas (valensi asam = a). Secara matematika dapat dirumuskan sebagai
berikut.
A = valensi asam
[H+]
= molaritas H+
.................. (M)
Ma
= molaritas asam ..............
(M)
Untuk
asam lemah (α
<< 1), akibatnya Ka sangat kecil dan posisi kesetimbangan berada di
sebelah kiri. Persamaan tetapan ionisasi asam di atas dapat ditulis
Molaritas ion H+ dari asam
lemah dapat ditentukan dari nilai Ka dan molaritas asam lemah HA.
Jika molaritas ion H+ sama dengan molaritas A–, maka dari
persamaan Ka sebelumnya diperoleh persamaan
Jadi,
molaritas asam lemah dapat ditentukan dengan rumus berikut.
2. Tetapan Ionisasi Basa (Kb)
Suatu larutan basa B terionisasi dalam
pelarut air denganderajat ionisasi sebesar α
menurut persamaan reaksi berikut.
Karena
larutan basa B bersifat encer, dimana molaritas pelarut H2O tidak berubah.
Tetapan ionisasi basa (Kb) dapat dirumuskan sebagai berikut.
Kb = tetapan ionisasi basa
[BH+] = molaritas ion BH+ ......... (M)
[OH–] = molaritas ion OH– ......... (M)
Jika molaritas awal basa B dinyatakan
sebagai [B], maka persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
Untuk basa kuat (
), nilai pembagi sangat kecil (
0) sehingga nilai Kb sangat besar
dan posisi kesetimbangan berada di sebelah kanan (hasil reaksi). Pada basa
kuat, misal NaOH, molaritas ion OH– dalam larutan sama dengan
molaritas basa (Mb) dikalikan dengan jumlah atom OH+ yang
dilepas (valensi basa = b). Dapat dirumuskan
b =
valensi basa
[OH-] = molaritas ion OH– ......... (M)
Mb = molaritas ion BH+ ......... (M)
Untuk basa lemah (
<< 1), akibatnya Kb sangat
kecil dan posisi kesetimbangan berada di sebelah kiri. Persamaan tetapan
ionisasi basa di atas dapat ditulis
atau
Molaritas ion OH– dari basa
lemah dapat ditentukan dari nilai Kb dan molaritas basa lemah B. Jika molaritas
ion OH– sama dengan molaritas BH+, maka dari persamaan Kb
sebelumnya diperoleh persamaan
Jadi,
molaritas ion OH– dari basa lemah dapat dihitung dengan rumus berikut.
C.
Konsep pH
1. Reaksi Ionisasi Air
Air merupakan elektrolit
yang sangat lemah. Air murni akan mengalami ionisasi menghasilkan H+
dan OH– dengan jumlah sangat kecil. Persamaan reaksinya sebagai
berikut.
Tetapan
kesetimbangan air (Kw) dapat dinyatakan dengan penurunan rumus
sebagai berikut.
Kw
= tetapan kesetimbangan air
[H+]
= molaritas ion H+ ............ (M)
[OH–]
= molaritas ion OH– ......... (M)
Harga Kw dipengaruhi suhu.
Jika suhu semakin tinggi, maka semakin banyak air yang terionisasi. Harga Kw
pada berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 2.4
Ketetapan Harga Kw
Dari
tabel di atas terlihat bahwa pada suhu kamar (25oC) harga Kw adalah
1,0 × 10–14, sehingga
Untuk
air murni harga [H+] dan [OH–] adalah sama, yaitu
Jika dalam air murni ditambahkan zat
yang bersifat asam atau basa, maka akan merubah kesetimbangan air. Artinya [H+]
dan [OH–] akan berubah. Pada penambahan asam, [H+] akan
meningkat , sehingga larutan akan bersifat asam. Sedangkan pada penambahan basa,[OH–] akan meningkat. Karena
Kw adalah tetap (pada suhu tertentu), maka [H+] akan
berkurang sehingga larutan bersifat basa.
Jadi,
besarnya nilai [H+] akan menentukan apa larutan tersebut bersifat
asam, basa, atau netral.
·
Jika [H+]
> 10–7 M, maka larutan bersifat asam.
·
Jika [H+]
< 10–7 M, maka larutan bersifat basa.
·
Jika [H+] =
10–7 M, maka larutan bersifat netral.
2. pH Larutan
Tingkat keasaman suatu
larutan tergantung pada molaritas ion H+ dalam larutan. Jika m
olaritas ion H+ semakin besar, maka semakin asam larutan itu.
Tetapi, pernyataan kekuatan asam menggunakan [H+] memberikan angka
yang sangat kecil dan penulisannya tidak sederhana. Untuk menyederhanakan
penulisan, seorang ahli kimia Denmark, Soren Peer Lauritz Sorensen, pada tahun
1909 mengajukan penggunaan istilah pH untuk menyatakan derajat keasaman. Nilai
pH diperoleh sebagai hasil negatif logaritma 10 dari molaritas ion H+.
Secara matematika dapat dituliskan
pH = derajat keasaman
[H+]
= molaritas ion H+
........... (M)
Analog dengan pH, untuk molaritas
ion OH– dan Kw diperoleh
Karena
Kw = [H+] [OH–], maka hubungan antara pH,
pOH,dan pKw dapat dirumuskan sebagai berikut.
sehingga diperoleh
3. Pengukuran pH
Beberapa metode pengukuran
pH larutan yang biasa dilakukan, yaitu
a. Indikator
Pada pembahasan sebelumnya
telah disebutkan bahwa indikator asam basa adalah zat-zat yang memiliki warna
berbeda dalam larutan yang bersifat asam dan larutan yang bersifat basa.
Perubahan warna larutan indikator memiliki rentang tertentu yang disebut trayek
indikator. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel.
Tabel 2.5
Ketetapan Trayek Indikator
b. Indikator Universal dan pH Meter
Alat yang sering digunakan dalam
laboratorium adalah kertas indikator universal dan pH meter. Penggunaan kertas
indikator universal dilakukan dengan meneteskan larutan yang akan diukur
pH-nya. Kemudian warna yang timbul pada kertas indikator dibandingkan dengan
suatu kode warna untuk menentukan pH larutan tersebut.
Gambar 2.2 Indikator Universal
|
Sedangkan pH meter adalah suatu sel
elektrokimia yang memberikan nilai pH dengan ketelitian tinggi. Pada pH meter
terdapat suatu elektrode yang sangat sensitif terhadap molaritas ion H+
dalam larutan. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan
larutan standar yang sudah diketahui pH-nya.
Gambar 2.3 PH Meter
c.
Indikator Alami
Indikator alami adalah indikator yang
dibuat dari bahan-bahan alami. Indikator alami hanya bisa
menunjukkan apakah zat tersebut bersifat asam atau basa, tetapi tidak dapat
menunjukan nilai pH-nya. Kimia merupakan ilmu
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Indikator asam dan basa alami dapat
diperoleh dari bahan-bahan di sekitar kita. Misalnya, beberapa jenis tumbuhan,
seperti mahkota bunga sepatu, kunyit, kol merah, kol ungu,
kulit manggis, dan bunga pacar air. Ekstrak kunyit berwarna kuning, tetapi
dalam larutan asam warna kuning dari kunyit akan menjadi lebih cerah. Jika
bereaksi dengan larutan basa, maka akan berwarna jingga kecokelatan. Indikator
asam-basa yang baik adalah zat warna yang memberi warna berbeda dalam larutan
asam dan larutan basa
BAB III
PEMBAHASAN
HASIL PRAKTIKUM
A. Cara Kerja dan Pengamatan
No
|
Cara Kerja
|
Pengamatan
|
1.
|
Menyiapkan alat dan bahan
|
Semua alat dan bahan yang diperlukan
sudah tersedia.
|
2.
|
Memasukan air
sebanyak 1 gelas ke
dalam blender.
|
|
3.
|
Memasukan
bunga rose putih ke dalam
blender yang telah berisi air
|
|
4.
|
Mencampurkan bunga rose putih dengan air
serta menghaluskannya
|
Air yang dicampurkan berubah menjadi
larutan bunga rose putih berwarna putih kecoklatan
|
5.
|
Memisahkan larutan bunga rose putih dari
ampasnya dengan menggunakan penyaring
|
Ampas larutan bunga rose putih yang tidak sempurna tersaring
|
6.
|
Memasukan kertas buram ke
baki palstik yang telah terisi larutan bunga rose putih
|
Saat dimasukan kertas
buram larutan bunga rose putih langsung diserap
|
7.
|
Mengeringkan kertas buram
yang telah di rendam dalam larutan bunga rose putih dengan penjepit
|
Ketas buram yang telah di keringkan berubah warnanya menjadi agak putih
|
8.
|
Menguji perubahan warna kertas buram
yang telah direndam dalam larutan bunga
rose putih pada larutan asam dan larutan basa
|
Kertas buram yang telah di
keringkan di uji dengan larutan asam dan basa, menjadi berwarna putih di
larutan asam dam berwarna kuning di larutan basa
|
9.
|
Memotong kertas buram yang telah jadi
menjadi bagian-bagian kecil.
|
|
10.
|
Memberikan label indikator pada kertas buram yang telah dipotong dan memasukannya
ke dalam kotak yang telah dibuat
|
|
11.
|
Untuk bunga sepatu cara
kerjanya seperti langkah-langkah di atas
|
B. Kesimpulan
Di sekitar lingkungan kita sangat banyak bahan dasar
yang bisa dijadikan indikator alami asam basa. Kita menjadi semakin mudah untuk mengenali
larutan yang bersifat asam atau basa yang ada di lingkungan kita. Dari hasil
praktikum yang telah dilakukan, dengan mencoba tiga bahan dasar yaitu bunga
rose putih, bunga pacar ungu, dan bunga sepatu. Perubahan warna yang terjadi
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Perubahan Warna
Indikator
No
|
Bahan dasar
|
Perubahan warna
|
|
Larutan asam
|
Larutan basa
|
||
1.
|
Bunga rose
putih
|
Putih
|
Kuning
|
3.
|
Bunga sepatu
|
Tak berwarna
|
Kuning
|
DAFTAR PUSTAKA
Utami,
Budi, dkk. 2009. Kimia Untuk
SMA/MA Kelas
XI Program Ilmu Alam.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.
Fauziah, Nenden. 2009. Kimia 2
untuk SMA dan MA Kelas XI IPA.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Setiabudi, Agus dan Yayan Sunarya. 2009.
Mudah dan Aktif Belajar Kimia 2 untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/
Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Wiyarsi,
Antuni dan Partana Fajar, Crys. 2009. Mari
Belajar Kimia 2 untuk SMA XI IPA.Jakarta
: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional,.
Permana, Irvan. 2009. Memahami Kimia 2 SMA/MA untuk
Kelas XI, Semester 1 dan 2 Program Ilmu Pengetahuan Alam.Jakarta :Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Hallo, Kak.
Izin mengambil materi diatas sebagai salah satu sumber referensi dalam tugas laporan praktikum. Sangat bermanfaat. Terimakasih. :)